Friday, July 22, 2022

BAHAYA MIKROPLASTIK YANG MENGANCAM LINGKUNGAN DAN KESEHATAN MANUSIA


Sejak rutin diproduksi dalam skala besar pada tahun 1950-an, diperkirakan sekitar 8.3 milyar ton plastik telah dihasilkan, dan hanya sebagian kecil yang masih fungsional sampai saat ini; 75% dari jumlah ini telah menjadi sampah (Geyer, Jambeck, & Law, 2017). Produksi plastik global per tahun saat ini diperkirakan sebesar 320 juta ton per tahun, di mana 40% dari jumlah ini merupakan produk sekali pakai, terutama kantong plastik. Bila tidak diolah dengan baik, sampah plastik biasanya akan berakhir di laut melewati aliran sungai, karena berat jenisnya yang kebanyakan dapat mengapung atau melayang di air. (Supit et al., 2022) Akumulasi plastik di laut merupakan masalah lingkungan hidup yang amat penting untuk ditangani saat ini (Mishra, Rath, & Das, 2019).

Baik di darat maupun di laut, plastik tidak dapat didegradasi dengan sempurna. Plastik hanya akan mengalami penyusutan ukuran menjadi makin kecil lewat proses fisika atau kimiawi, sehingga pada akhirnya dapat dikonsumsi oleh hewan dan biota laut lainnya lalu masuk ke dalam rantai makanan (Smith, Love, Rochman, & Neff, 2018). Manusia, sebagai konsumen tingkat akhir, juga dapat terpapar dengan limbah plastik, khususnya dalam bentuk mikro dan nanoplastik, sedangkan organisme laut dan pantai lainnya, seperti ikan paus, burung camar, dan sebagainya, dapat terganggu oleh karena ingesti dan jeratan makroplastik. (Firmansyah et al. 2021)

Asia memiliki produksi plastik tertinggi, yang menyumbang 49% dari total produksi dunia, China adalah produsen terbesar dunia (28%), diikuti oleh Amerika Utara dan Eropa dengan 19% pada Tahun 2015. Penghasil polutan plastik terbesar setelah China adalah Indonesia yaitu 0,48-1,29 metrik ton plastik/tahun. Peneliti memprediksi bahwa setiap tahunnya hingga Tahun 2050 diperkirakan keberadaan ikan akan tersaingi oleh keberadaan plastik di lautan. Sekitar 500 miliar per tahun menggunakan kantong plastik, sekitar 13 juta ton akhirnya jatuh ke laut, menewaskan sekitar satu miliar orang 100.000 kehidupan laut

Pemakaian plastik dalam kehidupan tiap hari hadapi kenaikan sebab watak keunggulannya tersebut. Bagi Kemenperin tahun 2013, dekat 1, 9 juta ton plastik dibuat sepanjang tahun 2013 di Indonesia dengan rata- rata penciptaan 1, 65 juta ton/ tahun. Jumlah mengkonsumsi plastik mempengaruhi signifikan terhadap sampah plastik yang dihasilkan. Kota Jakarta misalnya, dengan penduduk sebanyak 9 juta jiwa, serta jumlah sampah per hari dekat 5000 ton hingga jumlah plastik yang ditimbun menggapai 400 ton. Dari tipe tersebut sampah plastik yang ditemui biasanya berjenis PP. Bagi Thompson tahun 2013 memperkirakan kalau 10% dari seluruh plastik yang baru dibuat hendak dibuang lewat sungai serta berakhir di laut. Perihal ini berarti dekat 165 ribu ton plastik/ tahun hendak bermuara di perairan laut Indonesia

Nanoplastik bisa menutup saluran pencernaan serta menimbulkan keterbatasan nutrisi. Partikel nanoplastik dipindahkan ke sistem pencernaan lewat bilik usus. Bila nanoplastik masuk ke saluran pencernaan manusia, diprediksi bisa merobek usus ataupun lambung sebab pecahan nanoplastik tidak bisa di cerna di dalam saluran pencernaan, serta sebagian keluar bersama kotoran hendak senantiasa masih terdapat yang tertinggal di dalam badan. Bila masuk ke dalam sel darah, plastik nano ini turut terserap dalam jaringan sel darah serta bisa mengusik sistem syaraf pusat. Apabila sangat kerap bisa menimbulkan kendala sistem pencernaan ataupun sistem syaraf, serta lama- lama bisa menyebabkan kematian

Selain itu, di dalam garam, air minum, dan kotoran manusia juga ditemukan nanoplastik. Dampak lain yang ditimbulkan oleh nanoplastik terhadap makhluk hidup yaitu hewan adalah dapat menghambat sistem pencernaan dan dapat mempengaruhi kebiasaan makan mereka hingga menyebabkan kematian. Dampak dari nanoplastik terhadap manusia, selain dapat menyebabkan gangguan saluran pencernaan hingga kematian diduga dapat menyebabkan peradangan paru-paru dan keracunan genetic

Konsumsi plastik dalam jumlah yang sangat besar pastinya hendak berakibat signifikan terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup serta area sebab plastik memiliki watak susah terdegradasi (nonbiodegradable), plastik diperkirakan membutuhkan 100 hingga 500 tahun sampai bisa terdekomposisi (terurai) dengan sempurna. Dengan demikian konsumsi plastik baik plastik yang masih baru ataupun sampah plastik haruslah bagi persyaratan yang berlaku supaya tidak beresiko terhadap kesehatan serta area. Tujuan penulisan artikel ini untuk mengkaji sejumlah literatur sebagai rujukan keberadaan, bahaya, serta mitigasi terhadap sampah plastic

Perpindahan mikroplastik dari lingkungan ke dalam tubuh manusia dapat terjadi secara primer (langsung dari lingkungan ke dalam tubuh manusia dalam bentuk inorganik) dan secara sekunder (masuk lewat rantai makanan, dengan cara mengkonsumsi organisme yang tercemar mikroplastik). Perpindahan primer dapat terjadi lewat sistem pencernaan (digesti) dan pernafasan (inhalasi), sedangkan perpindahan sekunder biasanya terjadi lewat digesti. Perpindahan primer terutama terjadi dengan cara mengkonsumsi air minum yang tercemar mikroplastik. Penelitian terbaru di Jerman dan Ceko (Mintenig, Löder, Primpke, & Gerdts, 2019; Pivokonsky, et al., 2018) menemukan cemaran mikroplastik berukuran 1-10 um pada pabrik air minum, baik sebelum dan sesudah proses pemurnian, kebanyakan berupa PET, PP dan PE. Mikroplastik juga ditemukan pada air minum kemasan komersial (Schymanski, Goldbeck, Humpf, & Fürst, 2018), terlepas dari jenis botol air mineral tersebut (plastik, karton, atau gelas). Air dalam kemasan botol plastik memiliki kadar cemaran mikroplastik tertinggi, disusul oleh air dalam kemasan kaca dan karton. Hal ini menunjukkan bahwa plastik kemasan air mineral juga dapat mentransmisikan mikropartikel plastik abrasif yang langsung dikonsumsi manusia. Sejauh ini belum ada publikasi mengenai kadar cemaran mikroplastik pada air kemasan di Indonesia.

Mikroplastik juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia secara primer lewat inhalasi, karena mikroplastik dapat melayang di udara. Sumber utamanya adalah debu erosi dari tekstil sintesis, ban mobil, dan produk plastik lainnya. Bahkan diperkirakan 7% cemaran mikroplastik di laut justru berasal dari udara (Gasperi, et al., 2015). Konsentrasi mikroplastik di udara amat variatif. Di udara terbuka perkotaan, ditemukan cemaran yang jatuh dari atmosfer berkisar antara 53 sampai 118 partikel/m2 /hari, sedangkan di ruang tertutup, ditemukan sampai dengan 59 partikel mikroplastik per meter kubik udara, kebanyakan berupa serat sintetis, semuanya bercampur dengan debu ruangan (Dris, Gasperi, Saad, Mirande, & Tassin, 2016; Gasperi, et al., 2015). Kebanyakan masalah kesehatan okupasional yang muncul berkaitan dengan paparan mikroplastik di tempat kerja dalam ruangan (Prata, 2018)

Di sistem pernafasan, mikroplastik sebagai benda asing akan berusaha dikeluarkan oleh tubuh lewat aksi mekanik (bersin/batuk), sistem mukosiliaris di bronkus, dan fagositosis makrofag serta transport limfatik. Namun, partikel mikroplastik dapat terdeposit di saluran pernafasan oleh karena impaksi (himpitan dinding saluran nafas), intersepsi (kontak serabut dengan dinding saluran), sedimentasi (endapan karena gravitasi), dan difusi oleh karena gerakan Brown (Prata, 2018). Partikel yang telah terdeposit di dalam saluran pernafasan dapat memicu reaksi radang oleh karena kemotaksis makrofag, stress oksidatif, pelepasan mediator inflamasi, yang pada akhirnya akan berakhir pada sitotoksisitas serta potensi transformasi karsinogenik (Beckett, 2000; Chang, 2010). Secara klinis makroskopik, inhalasi nanopartikel secara umum dapat menyebabkan efusi pleura, granuloma, dan fibrosis paru (Song, Li, & Du, 2009), namun sampai saat ini tidak dapat dilakukan penelitian eksperimental pada manusia untuk menentukan hubungan kausal mikroplastik secara spesifik.

Di saluran cerna, mikroplastik berukuran 0.1 sampai 10um dapat di-endositosis oleh sel M pada plak Peyer di ileum dan dibawa ke jaringan limfoid lewat mekanisme transitosis. Mikroplastik juga dapat mengalami persorpsi paraseluler, di mana partikel dapat berpindah lewat loose junction ke jaringan submukosa, sistem limfatik, serta peredaran darah. Mikroplastik dengan ukuran sampai dengan 240nm juga dapat menembus sawar plasenta (Wick, et al., 2010), sehingga transmisi patologi vertikal secara fetomateral dapat terjadi. Transfer sekunder terjadi secara tidak langsung, yaitu dengan cara mengkonsumsi hewan yang berada di bagian bawah rantai makanan. Karena ukurannya yang kecil, mikroplastik dapat ditelan oleh berbagai hewan akuatik, baik secara tidak sengaja (misalnya oleh ikan yang memfilter air laut untuk memperoleh makanannya, kerang, dan plankton) maupun secara seleksi aktif (misalnya oleh burung atau ikan besar yang mengira mikroplastik sebagai mangsa dan malah sengaja memakannya). Pada akhirnya, akan terjadi penumpukan biomassa, dan manusia sebagai konsumen akhir akan juga terpapar dengan mikroplastik ini secara sekunder (Smith, et al., 2018)

Bagaimanapun jalur masuknya ke dalam tubuh manusia, translokasi mikroplastik ke dalam tubuh manusia (dan makhluk hidup lainnya) dapat membawa efek biologis yang merugikan. Dalam bagian berikut dari tulisan ini, akan dibahas tentang efek mikroplastik di tingkat seluler dan molekuler. Ringkasnya, respons tubuh terhadap mikroplastik di tingkat seluler kebanyakan berupa stress oksidatif, disertai dengan pergeseran metabolisme dan aktivasi proses radang di tingkat sistemik. Dalam jangka waktu lama, proses radang, disregulasi metabolisme, dan stress oksidatif akan berakibat buruk dan bermanifestasi sebagai gangguan klinis toksisitas kronis yang amat mungkin terlambat didiagnosis, karena proses patogenesis prekliniknya yang berlangsung lama.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Firmansyah, Yura Witsqa, Mirza Fathan Fuadi, Muhammad Fadli Ramadhansyah, Farida Sugiester S, Wahyu Widyantoro, Maurend Yayank Lewinsca, Sutra Diyana, Nanda Ika Vera Marliana, Intan Sekar Arumdani, Aziz Yulianto Pratama, Desti Azhari, Ramadani Sukaningtyas, and Afdal Hardiyanto. 2021. “Keberadaan Plastik Di Lingkungan, Bahaya Terhadap Kesehatan Manusia, Dan Upaya Mitigasi: Studi Literatur.” Jurnal Serambi Engineering 6(4):2279–85. doi: 10.32672/jse.v6i4.3471.

Hiwari, Hazman, Noir P. Purba, Yudi N. Ihsan, Lintang P. S. Yuliadi, and Putri G. Mulyani. 2019. “Kondisi Sampah Mikroplastik Di Permukaan Air Laut Sekitar Kupang Dan Rote , Provinsi Nusa Tenggara Timur Condition of Microplastic Garbage in Sea Surface Water at around Kupang and Rote , East Nusa Tenggara Province.” 5:165–71. doi: 10.13057/psnmbi/m050204.

Supit, A., Tompodung, L., & Kumaat, S. (2022). Mikroplastik sebagai Kontaminan Anyar dan Efek Toksiknya terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan, 13(1), 199. https://doi.org/10.26630/jk.v13i1.2511

 

 

 

No comments:

Post a Comment